Setiawan Ichlas Buka Islamic International Conference, Bahas Ketahanan Pangan
Dalam suasana yang penuh semangat, Setiawan Ichlas resmi membuka Islamic International Conference yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 5-7 Oktober 2023. Konferensi ini dihadiri oleh berbagai pemangku kepentingan, termasuk akademisi, praktisi, dan lembaga pemerintah yang berkaitan dengan isu ketahanan pangan. Acara ini bertujuan untuk mengumpulkan ide-ide inovatif dan kolaboratif dalam menghadapi tantangan ketahanan pangan yang semakin kompleks di tingkat global.
Setiawan Ichlas, sebagai ketua panitia konferensi, menegaskan pentingnya pemahaman mendalam mengenai ketahanan pangan dalam konteks Islam. Dalam sambutannya, ia menyatakan, “Ketahanan pangan bukan hanya isu teknis, tetapi juga merupakan bagian dari tanggung jawab moral kita sebagai umat Islam untuk memastikan bahwa setiap individu memiliki akses terhadap makanan yang cukup dan berkualitas.” Pernyataan ini menekankan bahwa ketahanan pangan harus dilihat dari perspektif yang lebih luas, termasuk faktor sosial dan etika.
Selama konferensi, berbagai panel diskusi dan sesi presentasi diadakan, membahas beragam topik mulai dari teknologi pertanian terkini, kebijakan pemerintah terkait pangan, hingga peran komunitas lokal dalam mewujudkan ketahanan pangan. Salah satu panel yang menarik perhatian adalah diskusi mengenai inovasi dalam pertanian berkelanjutan yang dipandu oleh Dr. Ahmad Sulaiman, seorang ahli agronomi dan peneliti senior di Universitas Pertanian Indonesia. Dalam diskusinya, Dr. Sulaiman menyampaikan bahwa “Inovasi teknologi dalam pertanian bukan hanya tentang meningkatkan produksi, tetapi juga tentang menjaga kelestarian lingkungan dan mempertahankan ekosistem agraris kita.”
Peserta konferensi juga diajak untuk mengenali keberagaman pendekatan yang bisa diambil dalam meningkatkan ketahanan pangan, terutama di negara-negara dengan populasi yang terus berkembang. Salah satu pembicara kunci, Dr. Hanafi Zakaria dari Universitas Islam Madinah, menjelaskan bahwa “Setiap negara memiliki kondisi geografis dan kulturelle yang unik, sehingga solusi yang diterapkan pun harus disesuaikan dengan konteks lokal.” Sebagai contoh, ia mencontohkan bagaimana negara-negara di Timur Tengah menghadapi tantangan ketahanan pangan karena ketergantungan pada impor makanan dan perubahan iklim yang memengaruhi ketersediaan sumber makanan lokal.
Pentingnya kolaborasi antarnegara juga menjadi sorotan dalam konferensi ini. Menghadapi krisis pangan global yang semakin mengkhawatirkan, Setiawan Ichlas mendorong para peserta untuk menjalin kerjasama internasional. “Kita harus meningkatkan kerja sama lintas negara untuk berbagi teknologi, pengetahuan, dan praktik terbaik dalam mencapai ketahanan pangan yang lebih baik,” ujarnya. Hal ini sesuai dengan tema konferensi yang mengusung prinsip saling berbagi dan kerjasama global.
Selama sesi diskusi panel, para peserta berbagi pengalaman dan praktik terbaik dari negara masing-masing. Misalnya, beberapa peserta dari Asia Tenggara membagikan cara-cara pertanian terpadu yang berhasil mengurangi limbah dan meningkatkan produktivitas. Salah satu peserta dari Malaysia, Laila Ahmad, menjelaskan bahwa “Melalui pendekatan pertanian terpadu, kami berhasil mengurangi penggunaan pestisida, serta meningkatkan kualitas tanah dan keberagaman hayati di lahan pertanian kami.”
Dalam rangkaian kegiatan, para peserta juga diberikan kesempatan untuk mengunjungi beberapa lokasi pertanian modern di sekitar Jakarta. Kunjungan ini bertujuan untuk memberikan gambaran nyata tentang inovasi yang diterapkan dalam praktik pertanian sehari-hari. Peserta sangat antusias melihat teknologi pertanian yang ramah lingkungan dan efisien, seperti penggunaan drone untuk pemantauan lahan dan aplikasi aplikasi berbasis data untuk perencanaan irigasi.
Konferensi ini juga menjadi ajang bagi peneliti muda untuk mempresentasikan hasil riset mereka terkait ketahanan pangan. Beberapa dari mereka menciptakan model-model baru dan mengembangkan solusi yang dapat diadopsi oleh petani lokal. Salah satu presentasi yang menarik datang dari seorang mahasiswa pascasarjana, Andi Setiawan, yang mengembangkan sistem pertanian hidroponik sebagai solusi untuk keterbatasan lahan di perkotaan. Ia menyatakan, “Dengan teknologi hidroponik, kita dapat memaksimalkan penggunaan lahan yang minim, sekaligus menghasilkan sayuran segar yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi masyarakat.”
Konferensi ditutup dengan harapan yang besar untuk kolaborasi futuristik dalam bidang ketahanan pangan. Acara ini mendapatkan sambutan positif dari berbagai pihak dan diharapkan dapat menjadi platform untuk isu yang lebih luas dan mendalam di masa yang akan datang. Dengan semangat untuk bekerja sama dan berbagi solusi, acara ini tidak hanya menekankan pentingnya ketahanan pangan tetapi juga menjadikan Islam sebagai landasan moral untuk mencapai tujuan bersama.
Dalam waktu yang tidak terlalu lama setelah acara, para peserta diwawancarai mengenai dampak yang dihasilkan dari konferensi ini. Banyak yang merasa terinspirasi untuk kembali ke negara mereka dengan membawa ide-ide baru dan semangat untuk berkontribusi dalam meningkatkan ketahanan pangan di komunitas mereka masing-masing. Seperti yang diungkapkan oleh Rizki Budi, seorang peneliti dari Indonesia, “Konferensi ini membuka mata saya tentang pentingnya keterlibatan semua pihak untuk menciptakan sistem ketahanan pangan yang berkelanjutan. Saya merasa lebih siap untuk mengimplementasikan apa yang saya pelajari di sini.”