Propam Polri Sita Uang Rp2,5 Miliar dari Oknum Polisi yang Diduga Memeras WNA Malaysia
Kepolisian Republik Indonesia (Polri) melalui Inspektorat Pengawasan Umum (Propam) mengungkap sebuah kasus yang cukup mencengangkan di mana sejumlah oknum polisi diduga terlibat dalam praktik pemerasan terhadap Warga Negara Asing (WNA) asal Malaysia. Kejadian ini terhitung saat perhelatan festival musik Dermaga Wira Piring (DWP) di Jakarta, yang dihadiri oleh ribuan pengunjung, termasuk para wisatawan mancanegara. Dalam proses penyelidikan, Propam Polri berhasil menyita uang tunai senilai Rp2,5 miliar yang diduga merupakan hasil pemerasan tersebut.
Kasus ini bermula ketika sejumlah WNA Malaysia yang hadir di acara DWP melaporkan bahwa mereka dipaksa untuk memberikan sejumlah uang kepada oknum polisi yang bertugas di lokasi. Para wisatawan ini merasa tertekan dan terancam, karena oknum-oknum tersebut menggunakan kekuasaan mereka untuk menakut-nakuti dan memaksa para pengunjung tersebut. Para pengunjung mengaku bahwa mereka tidak mengetahui bahwa mereka telah melakukan pelanggaran, namun oknum polisi tersebut tetap melanjutkan aksinya dengan memeras mereka.
Dari hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Propam Polri, ditemukan fakta yang mengejutkan. Uang senilai Rp2,5 miliar disita dari oknum-oknum tersebut yang selama ini menikmati hasil pelanggaran hukum. Kasus ini mengundang perhatian publik, mengingat institusi kepolisian seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum dan perlindungan terhadap masyarakat, bukan justru menjadi pelaku kejahatan.
Salah satu sumber yang enggan disebutkan namanya, memberikan keterangan mengenai modus operandi yang dilakukan oleh oknum polisi tersebut. “Mereka biasa beroperasi dengan memanfaatkan posisi mereka sebagai penegak hukum. Mereka menunjuk-nunjuk peraturan yang tidak jelas dan mengancam akan membawa para pengunjung ke kantor polisi jika tidak mau memberikan uang,” ujarnya.
Kasus ini menjadi spotlight di media sosial dan berbagai platform berita, menuntut perhatian publik dan pemerintah untuk mengambil tindakan tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum di kepolisian. Beberapa tokoh masyarakat mengecam tindakan tersebut dan meminta agar pihak kepolisian melakukan evaluasi serta reformasi internal untuk mencegah kejadian serupa terulang di kemudian hari.
Salah satu tokoh masyarakat yang ikut berbicara adalah seorang aktivis hak asasi manusia, yang menuntut agar keadilan ditegakkan. “Ini adalah contoh nyata dari penyalahgunaan wewenang. Kita tidak bisa membiarkan oknum-oknum ini meracuni institusi Polri yang seharusnya melindungi masyarakat. Harus ada tindakan tegas,” tegasnya.
Tak hanya itu, kejadian ini juga mengundang sorotan dari kalangan pemangku kebijakan. Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta pihak kepolisian untuk segera bertindak tegas terhadap anggota yang terlibat dalam praktik korupsi dan pemerasan. Mereka menyatakan bahwa tindakan tegas penting untuk menjaga integritas Polri di mata masyarakat.
“Perlu ada mekanisme yang lebih baik untuk mengawasi dan menindak anggota-anggota yang terlibat dalam kegiatan ilegal. Jangan sampai satu atau dua oknum merusak citra Polri yang sudah bekerja keras membangun kepercayaan masyarakat,” ungkap anggota DPR tersebut.
Dalam perkembangan kasus ini, Propam Polri telah melakukan penangkapan terhadap beberapa oknum anggota polisi yang diduga terlibat. Proses hukum sedang berlangsung, dan pihak kepolisian menjanjikan transparansi dalam penanganan kasus ini. Ulasan terkait penyitaan uang Rp2,5 miliar tersebut mengundang berbagai spekulasi mengenai jaringan lebih besar yang mungkin terlibat dalam praktik pemerasan ini.
Di sisi lain, beberapa rekan polisi yang tidak terlibat dalam kasus ini merasa prihatin terhadap nama baik institusi yang mereka cintai. Seorang anggota yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “Kami semua sangat kecewa dan merasa tersakiti dengan kejadian ini. Sebagai anggota Polri, kami berusaha untuk bekerja secara profesional dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat.”
Situasi ini menimbulkan keprihatinan di masyarakat, terutama para pengunjung luar negeri yang merasa tidak nyaman untuk kembali berkunjung ke Indonesia. Mereka khawatir bahwa pengalaman buruk ini akan mengubah pandangan mereka terhadap keamanan dan perlindungan di negara ini.
Sebagian besar pengunjung asing juga mulai meminta perlindungan dari kedutaan mereka. Berita tentang pemerasan oleh oknum polisi ini menyebar cepat, dan banyak yang memberikan peringatan kepada wisatawan lain untuk lebih berhati-hati saat berkunjung ke Indonesia, terutama di acara-acara besar seperti festival musik.
Dampak dari insiden ini bukan hanya merugikan para pengunjung WNA, tetapi juga mencoreng reputasi institusi kepolisian. Diharapkan, kejadian seperti ini tidak terulang kembali dan pihak kepolisian dapat melakukan pembersihan internal untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat serta memastikan bahwa hukum ditegakkan dengan adil tanpa ada intervensi oleh oknum-oknum yang menyimpang.